8 Februari 2022

Jember – Pusat Studi Gender Universitas Jember menggagas kajian rutin dalam rangka membangun kampus yang aman bagi civitas akademika dalam bingkai 150 hari Permendikbudristek No.30 Tahun 2021 dengan Tema Bayang Gelap Dalam Glamornya Universitas. Kajian diskusi PSG dikupas oleh tiga pemateri yakni Dina Tsalist Wildana S.H., LL.M selaku akademisi, Alfisyah Nur Hayati M.Si sebagi praktisi yang juga merupakan ketua PSGA UIN KHAS Jember serta tak lupa dalam persepektif mahasiswa menghadirkan Muhammad Hakim mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Jember dan dihadiri 140 partisipan.
Kajian diawali dengan penyajian Survey tahun 2019 oleh permendikbudristek dimana dalam survei tersebut mengungkapkan bahwa kampus menjadi urutan ketiga kasus kekerasan seksual tertinggi (15%) setelah jalanan (33%) dan trasnportasi umum (19%). Perguruan tinggi menduduki angka terbanyak kekerasan seksual dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang lain. Survey tersebut menggiring pada urgensi permendikbudristek No.30 Tahun 2021 mengingat mahasiswa merupakan orang dewasa yang tidak lagi tergolong anak sehingga tidak ada aturan khusus yang melindungi.
Banyak Kekerasan seksual yang tidak dilaporkan akibat korban ditekan oleh victim blaming dan sikap perguruan tinggi terkadang justru menyerang balik, berbelit-belit dan mengatasnamakan nama baik kampus. Perguruan tinggi memiliki kewajiban memberikan rasa aman bagi civitasnya karena bagian dari instrument yang menjalankan hak warga negara untuk mengenyam pendidikan.
Permendikbudristek menjadi solusi atas problematika kekerasa seksual di kampus yang melingkupi pencegahan dan sanksi yang termasuk juga pembentukan satgas. Ada beberapa kampus yang telah memiliki kebijakan penanganan kekerasan seksual sebelum permendikbudristek seperti UB dan UGM sedangkan pasca 150 hari permendikbudristek ada kampus yang telah membentuk satgas seperti unair sedangkan untuk Universitas Jember sendiri pasca 150 hari permendikbudristek memiliki agenda penyusunan draft yang sempat pula dibahas pada tanggal 20 desember 2021 dan dihadiri oleh Pusat Studi Gender Universitas Jember.
Ungkapan menarik dari Pemateri Ibu Alfis Ketua PSGA UIN KHAS bahwa kondisi hari ini tidak lagi seperti si cantik jembatan ancol yang barulah dapat menuntut pertanggung jawaban atau membalaskan dendam hanya setelah tidak lagi hidup atau telah meninggal. Diawal dijelaskan oleh pemateri kedua yakni Alfisyah Nuhayati bahwa “jihad” untuk kekerasan sesual memunculkan dua fenomena peraturan yakni Keputusan Dir.Pendis No.594 tahun 2019 tentang pedoman pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual pada PTKI dan Permendikbudrristek no.30 Tahun 2021 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seskusal di lingkungan perguaun tinggi.
Dikupas secara umum faktor-faktor penyebab kekerasan seksual di antaranya faktor Indvidu (psikologis dan biologis), sosiokulutural, pendidikan dan keluarga, sistem kebijakan, saranan prasana, tersedianya tempat pelaporan secara baik dan tuntas, shockculture. PSGA UIN Khas Jember mengacu pada peraturan rector IAIN Jember No.315 Tahun 202 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di IAIN Jember. Inisiasi pembentukan ULT Untuk Kekerasan seksual dan Mendorong seluruh sistem untuk mendukung penguatan dan perwujudan PTRG di UIN Khas Jember.
Pada materi ketiga menjelaskan pada diskurusus urgensi permendikbudristek dan mekanisme di dalamnya dalam perspektif mahasiswa. Dalam perspektif mahasiswa Hakim mengatakan bahwa peraturan ini menjadi angin segar yang memberikan payung hukum guna menjamin rasa aman civitas akademika ditengah-tengah RUU TPKS yang tidak kunjung menemukan kepastian.
Menjelang akhir diskusi ditekankan bahwa Permendikbudristek memang tidak terpaku pada pemidanaan. Peraturan tersebut memakai perspektif korban yang mengatur perlindungan pada korban melalui adanya rumah aman dan rehabilitasi dan mengandung sanksi administratif bagi pelaku kekerasan seksual.


About the author