Panggung Ekspresi dan ngabuburit bareng PSG “Kartini dan wacana feminisme hari ini”

Bypstudigender

Panggung Ekspresi dan ngabuburit bareng PSG “Kartini dan wacana feminisme hari ini”

Dalam rangka peringatan hari Kartini, Pusat Studi Gender mengadakan kegiatan Panggung Ekspresi di doubleway unej pada 12 April 2021 yang dimulai jam 14.30 WIB. Kegiatan ini menampilkan puisi, orasi, musikalisasi puisi, band, dan tari dari PSG dan UKM kesenian se-Universitas Jember.

Dalam sambutannya, ketua Pusat Studi Gender mengajak yang hadir untuk merenungkan kembali, bahwa lebih dari 100 tahun yang lalu kartini menginginkan Pendidikan untuk perempuan supaya perempuan mendapatkan kesetaraan dan derajat yang sama sebagai manusia. Bagaimana kondisi saat ini, partisipasi perempuan dalam Pendidikan sudah tinggi, terbukti di unej jumlah mahasiswa perempuan lebih banyak, yakni 67%. Tapi apakah benar Pendidikan yang ada saat ini sudah menjamin adanya kesetaraan dan keberdayaan perempuan? Masih ada diskriminasi, subordinasi, kekerasan dan ketidakadilan yang bahkan terjadi di lingkungan Pendidikan tinggi. Bahkan di unej yang jumlah mahasiswanya 40.000an dan 1085 Dosen, dan 568 Tendik, hingga saat ini belum memiliki fasilitas responsive gender yang memadai, seperti ruang laktasi dan penitipan anak.

Kartini menggugat praktik Patriarkhi dalam salah satu tulisannya : “Ingin hatiku hendak beranak, laki-laki dan perempuan, akan ku didik, ku bentuk jadi manusia dengan kehendak hatiku. Pertama-tama akan ku buangkan adat kebiasaan yang buruk, yang melebih-lebihkan anak laki-laki daripada anak perempuan”. Hingga saat inipun realitas praktik patriarkhi juga masih ada dan mengakar kuat di masyarakat. Ketidak percayaan kepada perempuan untuk menjadi pemimpin, berpartisipasi dalam politik, beraktifitas secara aman di ruang publik merupakan wujud nyata kebaradaan patriarkhi. Stereotipe popular bahwa “perempuan selalu benar” seringkali menjadi joke yang mendiskreditkan perempuan sebagai sosok yang emosional yang ingin menang sendiri.

            Kartini meninggal di usia 25 tahun setelah 4 hari melahirkan anaknya karena preeklamsia. Masalah Kesehatan reproduksi ini juga masih dialami perempuan Indonesia hingga saat ini. Angka kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi, yakni pada tahun 2022 berkisar 183 per 100 ribu kelahiran.

Ada ironi dalam kehidupan Kartini yang menentang poligami orang tuanya dengan menulis  “Bagaimana saya bisa menghormati seseorang yang telah menikah dan menjadi seorang ayah, dan yang telah memiliki istri yang melahirkan anak-anaknya, membawa perempuan lain ke dalam rumahnya?” (Kartini, 6 November 1899). Kenyataan pahit dia harus menerima menjadi istri keempat Bupati rembang dengan alasan dia tidak ingin membuat keluarganya malu karena saat itu dia dianggap sebagai perawan tua.

Pesan penting kartini yang bisa menjadi semangat perjuangan perempuan sesuai konteks hari ini : “Pergilah, laksanakan cita-citamu. Bekerjalah untuk hari depan. Bekerjalah untuk kebahagiaan beribu-ribu orang yang tertindas. Dibawah hukum yang tidak adil dan paham-paham palsu tentang mana yang baik dan mana yang jahat. Pergi! Pergilah! Berjuang dan menderitalah, tetapi bekerja untuk kepentingan yang abadi”.

            Sejalan dengan itu, Warek 1 Universitas Jember, Prof. Slamin, M. Com, Ph.D menyatakan perjuangan Kartini sudah berhasil, dimana salah satu indikasinya adalah lulusan cumlaude dari universitas Jember saat ini didominasi oleh perempuan. “Perempuan sudah memiliki peluang besar untuk mengembangkan diri, jadi harus berani, percaya diri dan terus berupaya untuk meraih kesuksesan dan mewujudkan keinginannya”

About the author

pstudigender administrator